Motif
Yang Mendorong Pemuda-Pemuda Belajar ke
Jepang
Motif yang mendorong pemuda-pemuda belajar
ke Jepang, ada satu faktor penting yang perlu diperhatikan, yang dalam hal daya
berlakunya tidak akan terbatas kepada satu zaman saja. Faktor ini ialah kesadaran
yang mendapatkan perumusan dalam sebuah piagam yang diciptakan oleh sekelompok pahlawan
kemerdekaan (founding fathers) bangsa Indonesia berupa konsep “mencerdaskan kehidupan
bangsa”.
Konsep ini mula-mula termuat dalam Piagam
Jakarta 22 Juni 1945, dan kemudian diabadikan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
RI 1945. Dalam cita-cita para tokoh pejuang
kemerdekaan ternayata bukan hanya”kehidupan bangsa” yang menjadi sasaran, melainkan
ada kualifikasi, atau bobot lain yang mengandung perspektif sosial ekonomi, yang
hendak dicapai. Ini adalah “kecerdasan kehidupan bangsa”. Jadi tidaklah cukup bangsa
itu sekedar “hidup”, melainkan bangsa itu harus “dicerdaskan”.
Motif yang mendorong pemuda-pemuda belajar
ke Jepang adalah pertama-tama dalam alam politik Jepang sudah dikenal dalam kurun
waktu lima dasawarsa setelah membuka pintu kepada dunia barat berhasil menjadi negara
industri dan dibidang poltik internasional menjadi “mogendheid” (Great Power). Sangat
pouler dan seringkali dikutip cerita tentang kemenangan Jepang dalam perang Czarist
Russia dan Jepang pada tahun 1904 sampai 1905. Dikalangan kaum pelajar Indonesia
nampaknya disukai sekali referensi kepada kemenangan Jepang sebagai suatu bangsa
Asia dalam perang tersebut.
Walaupun bahasa Jepang tidak dikenal
dan asing sama sekali oleh kaum pemuda Indonesia pada zaman kolonial Belanda, namun
bagi kaum intelek Indonesiapada umumnya dikala itu Jepang dalam citra dan pustaka
sama sekali tidaklah asing.
Di kota-kota, terkenal orang-orang Jepang
di toko-toko serba ada, karena keramah-tamahannya yang sangat hormat. Pada tahun
1934 murid-murid sekolah dasar di Bandung pernah diundang menonton secara gratis
film Jepang yang memperlihatkan panorama pariwisata, Gunung Fuji, dan cara hidup
dirumah Jepang dan suasana dalam restoran Jepang, diputar disebuah bioskop bernama
“Oriental” disebelah Timur alun-alun Bandung.
Pernah terdengar di Indonesia, bahwa
biaya belajar di Jepang jauh lebih murah dibandingkan belajar ke negara Eropa. Pernah
terdengar kabar dilingkungan cendikiawan Indonesia bahwa kehidupan di Jepang di
zaman itu cukup dengan 50-80 Yen per bulan. Sedangkan gaji pegawai golongan rendah
di Indonesia zaman kolonial 60 -80 gulden, dan golongan pegawai menengah menerima
sekitar 200-350 gulden perbulan. Dan pegawai timggi menikmati gaji sekitar 600-1000
gulden perbulan.
Tetapi menempuh studi dalam bahasa Jepang
atau pergi meneruskan pendidikan ke Jepang pada zaman kolonial Belanda merupakan
satu hal yang pada umumnya masih dianggap dikalangan pemuda-pemudi dikala tidak
masuk akal. Ternyata dengan kehadiran suatu kesadaran politik dan idealisme kebangsaan
yang ada dalam pikiran pemuda-pemudi yang menyebabkan seseorang pergi ke Jepang
untuk belajar sesuatu guna meraih suatu kepandaian dan ilmu dari bangsa Asia sendiri
dalam suasana pemerintahan kolonial Belanda
Pemuda-pemudi Indonesia yang dating pertama terdorong
terutama oleh kesadaran politik, tetapi pemuda-pemuda yang datang kemudian yang
datang kemudian tertarik oleh berbagai alasan lain yang ditulis dalam buku
Persada Senior (1990: 42), yaitu:
1.
Saran
teman-teman yang pernah belajar ke Jepang
2.
Karena
keinginan orangtua sendiri
Segala jalan untuk mengejar ilmu di tanah air
sudah menjadi buntu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar