Jumat, 20 April 2012

motif pelajar INDONESIA belajar ke Jepang pada masa penjajahan

Motif Yang Mendorong  Pemuda-Pemuda Belajar ke Jepang
            Motif yang mendorong pemuda-pemuda belajar ke Jepang, ada satu faktor penting yang perlu diperhatikan, yang dalam hal daya berlakunya tidak akan terbatas kepada satu zaman saja. Faktor ini ialah kesadaran yang mendapatkan perumusan dalam sebuah piagam yang diciptakan oleh sekelompok pahlawan kemerdekaan (founding fathers) bangsa Indonesia berupa konsep “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
            Konsep ini mula-mula termuat dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan kemudian diabadikan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar  RI 1945. Dalam cita-cita para tokoh pejuang kemerdekaan ternayata bukan hanya”kehidupan bangsa” yang menjadi sasaran, melainkan ada kualifikasi, atau bobot lain yang mengandung perspektif sosial ekonomi, yang hendak dicapai. Ini adalah “kecerdasan kehidupan bangsa”. Jadi tidaklah cukup bangsa itu sekedar “hidup”, melainkan bangsa itu harus “dicerdaskan”.
            Motif yang mendorong pemuda-pemuda belajar ke Jepang adalah pertama-tama dalam alam politik Jepang sudah dikenal dalam kurun waktu lima dasawarsa setelah membuka pintu kepada dunia barat berhasil menjadi negara industri dan dibidang poltik internasional menjadi “mogendheid” (Great Power). Sangat pouler dan seringkali dikutip cerita tentang kemenangan Jepang dalam perang Czarist Russia dan Jepang pada tahun 1904 sampai 1905. Dikalangan kaum pelajar Indonesia nampaknya disukai sekali referensi kepada kemenangan Jepang sebagai suatu bangsa Asia dalam perang tersebut.
            Walaupun bahasa Jepang tidak dikenal dan asing sama sekali oleh kaum pemuda Indonesia pada zaman kolonial Belanda, namun bagi kaum intelek Indonesiapada umumnya dikala itu Jepang dalam citra dan pustaka sama sekali tidaklah asing.
            Di kota-kota, terkenal orang-orang Jepang di toko-toko serba ada, karena keramah-tamahannya yang sangat hormat. Pada tahun 1934 murid-murid sekolah dasar di Bandung pernah diundang menonton secara gratis film Jepang yang memperlihatkan panorama pariwisata, Gunung Fuji, dan cara hidup dirumah Jepang dan suasana dalam restoran Jepang, diputar disebuah bioskop bernama “Oriental” disebelah Timur alun-alun Bandung.
            Pernah terdengar di Indonesia, bahwa biaya belajar di Jepang jauh lebih murah dibandingkan belajar ke negara Eropa. Pernah terdengar kabar dilingkungan cendikiawan Indonesia bahwa kehidupan di Jepang di zaman itu cukup dengan 50-80 Yen per bulan. Sedangkan gaji pegawai golongan rendah di Indonesia zaman kolonial 60 -80 gulden, dan golongan pegawai menengah menerima sekitar 200-350 gulden perbulan. Dan pegawai timggi menikmati gaji sekitar 600-1000 gulden perbulan.
            Tetapi menempuh studi dalam bahasa Jepang atau pergi meneruskan pendidikan ke Jepang pada zaman kolonial Belanda merupakan satu hal yang pada umumnya masih dianggap dikalangan pemuda-pemudi dikala tidak masuk akal. Ternyata dengan kehadiran suatu kesadaran politik dan idealisme kebangsaan yang ada dalam pikiran pemuda-pemudi yang menyebabkan seseorang pergi ke Jepang untuk belajar sesuatu guna meraih suatu kepandaian dan ilmu dari bangsa Asia sendiri dalam suasana pemerintahan kolonial Belanda
Pemuda-pemudi Indonesia yang dating pertama terdorong terutama oleh kesadaran politik, tetapi pemuda-pemuda yang datang kemudian yang datang kemudian tertarik oleh berbagai alasan lain yang ditulis dalam buku Persada Senior (1990: 42), yaitu:
1.      Saran teman-teman yang pernah belajar ke Jepang
2.      Karena keinginan orangtua sendiri
Segala jalan untuk mengejar ilmu di tanah air sudah menjadi buntu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar